Pengertian Wayang Cenk Blonk

Pengertian Wayang Cenk Blonk

Wayang Cenk Blonk boleh dikatakan sebagai kesenian “ngepop” dalam tradisi pewayangan di Bali, karena struktur pertunjukannya dikemas ringan petuah/tutur dan lebih menonjolkan humor yang sifatnya menghibur. Adalah I Wayan Nardayana (43 tahun) seorang dalang muda kelahiran Banjar Belayu, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan, Bali ikut menggairahkan pewayangan Bali dengan memasukkan unsur-unsur pop. Sesungguhnya pakeliran dalang Nardayana bentuk penyajiannya tradisi, namun yang membedakan adalah musik pengiringnya merupakan gabungan dari instrumen konvensional seperti, gamelan batel suling dipadu dengan gemelan gender rambat (unsur palegongan); cengceng kopyak (unsur balaganjur); rebab (unsurgambuh);dan kulkul bambu (unsur tektekan). Untuk mencapai keharmonisan iringan, ia merangkul seniman-seniman akademis ikut menggarap komposisi karawitan dengan harapan pagelarannya menjadi semarak dan memikat. Tak cukup suara gamelan yang dipikirkan, ia memasukkan gerong (Jawa, sinden), suara vokal “chourus” yang ditembangkan oleh empat wanita sebagai fungsi narasi baik saat mulai pertunjukan (pategak/talu), adegan petangkilan (sidang), rebong (sekelompok dayang-dayang) tangis/mesem (sedih), dan akhir pertunjukan (ending). Yang menjadi berbeda dari penyajiannya, Nardayana mengangkat isu sosial aktual masa kini mendominasi gaya pakelirannya lewat tokoh rakyat bernama Nang Klenceng dan Pan Keblong, dua panakawan “sisipan” ini merupakan ciri khas pewayangan gaya Tabanan. Nardayana sangat pas membawakan dua panakawan ini karena dengan wajah, suara, dan sifatnya yang lugu nan lucu disuarakan dengan logat/aksen bunyi daerah Tabanan yang kental. Awalnya ia tidak menyadari hal tersebut, namun penonton menyambutnya sangat antusias dan setiap banjar, desa-desa maupun di warung-warung membicarakan pertunjukannya dengan sebutan “wayang cengblong” yang sangat lucu dan ‘lain’. Semenjak itu Nardayana populer disebut “dalang ceng-blong” (singkatan dari klenceng dan keblong) dan sisi atas kelirnya tergambar dua panakawan setengah badan saling berlawanan serta tulisan populer ‘Cenk Blonk’.

Nardayana yang kini populer dengan julukan dalang Cenk Blonk, pada awalnya banyak mengeksploitasi humor yang bernada pornografi seperti halnya dalang Wakul pendahulunya, sehingga penonton hanya menanti-nantikan panakawan yang akan memainkan berbagai strategi humor semisal sex dan perselingkuhan. Namun begitu terkenal, ia tidak larut dan mulai mengurangi unsur pornografi dengan cara mengemas humor-humor isu sosial pilitik yang tengah aktual di masyarakat. Terhitung dalam sebulan, ia mentas keliling Bali rata-rata 25 kali, termasuk ia membatasi jadwal pentasnya karena ingin menjaga kualitas, intensitas, dan termasuk juga faktor kesehatannya. Secara kualitas, dalang Cenk Blonk harus diakui sebagai seniman dalang muda yang berbakat tinggi baik suara (vokal dan antawacana), tetikasan/sabet, bah-bangun satua (struktur dramatik), kawi dalang(Jawa, sanggit), dan timing (pengaturan waktu). Dari kemampuan olah vokal dan antawacana, Nardayana mampu membedakan suara dan aksentuasi enam (6) tokoh panakawan sekaligus dalam satu sajian secara konstan. Beragam dialog yang sangat sulit dan jarang dilakoni dalang-dalang Bali yang konvensi hanya empat tokoh panakawan seperti, Twalen; Merdah; Delem; dan Sangut (Jawa, Semar; Gareng; Togog; dan Bilung). Secara intensitas, ia melakukan sistem paket dalam kemasan penyajiannya, dengan struktur dan isi serta waktu yang ketat dan tepat. Maka tak heran Nardayana bisa pentas dua kali dalam semalam dan penonton selalu membanjirinya. Tak heran dalang Nardayana alias Cenk Blonk salah satu dalang Bali yang mampu menyedot penonton ribuan orang bahkan pejabat-pejabat tinggi di Bali mau suntuk menonton gaya pakelirannya, yang semula sangat jarang mau berlama-lama nonton wayang. Bahkan Mentri Kebudayaan dan Pariwisata RI, Ir. Jro Wacik, sangat menggandrungi model pakeliran Cenk Blonk, dengan membeli semua VCD wayang karya Nardayana.

Share this:

Related Posts
Disqus Comments