Pengertian Wayang Menak

Pengertian Wayang Menak


Wayang Menak sering disebut Wayang Golek Menak. Sebagian orang menyebutnya Wayang Tengul. Wayang ini menggunakan peraga wayang berbentuk boneka kecil terbuat dari kayu yang  kemudian disungging dan diberi warna. Kayu yang biasa digunakan untuk pembuatan Wayang Golek Menak dipilih yang ringan dan tidak gampang retak. Biasanya orang menggunakan kayu randu alas. Wayang ini diciptakan oleh Ki Trunadipura, seorang dalang dari Baturetno, Surakarta, pada zaman pemerintahan Mangkunegara VII (1916 - 1944). Induk ceritanya bukan diambil dari Kitab Ramayana dan Mahabarata, melainkan dari Kitab Menak. Latar belakang cerita Menak adalah negeri Arab,  pada masa perjuangan Nabi Muhammad SAW menyebarkan agama Islam.

Walaupun tokoh ceritanya sebenarnya orang Arab dan latar belakang ceritanya juga budaya Arab, peraga Wayang Golek Menak diberi pakaian mirip dengan Wayang Kulit Purwa, antara lain dengan memberinya kuluk, jamang, sumping,  dsb. Namun, pemakaian jubah dan tutup kepala mirip orang Arab, juga dipakai untuk sebagian tokoh-tokohnya.

Cerita Menak disadur dari kepustakaan Persia, judulnya Qissai Emr  Hamza. Kitab ini dibuat pada zaman pemerintahan Sultan Harun Al-Rasyid (766 - 809). Sebelum sampai pada saduran bahasa Jawanya, kitab ini lebih dulu dikenal dalam kesusastraan Melayu, dengan judul Hikayat Amir Hamzah. Versi bahasa Jawanya, isi kitab itu sudah berbaur dengan cerita-cerita Panji.
Serat Menak gubahan pujangga besar Surakarta, Yasadipura I (1729 - 1802) dari Surakarta, sebenarnya bukan hanya berupa penerjemahan dari bahasa Arab Parsi ke bahasa Jawa, juga mengubah filsafat cerita itu sehingga lebih mudah dicerna oleh ma-syarakat Jawa. Lagi pula Yasadipura I bukan mener-jemahkannya langsung dari bahasa Melayu aslinya — melainkan menggubah kembali dari Kitab Menak hasil terjemahan pujangga sebelumnya, yakni dari zaman Kartasura. Pujangga penerjemah aslinya, tidak tercatat namanya. Nama-nama tokoh dalam Wayang Golek Menak juga sudah disesuaikan dengan lidah orang Jawa. Misalnya, nama Badi’ul Zaman diubah menjadi Imam Suwangsa; Omar Bin Umayah menjadi Umar Maya; Mihrnigar menjadi Dewi Retna Muninggar; Qoraishi menjadi Dewi Kuraisin, dsb. Tokoh utamanya, Emr  Hamza (Amir Hamzah) — yang dalam Wayang Golek Menak disebut Amir Ambyah atau Wong Agung Jayengrana dan banyak nama alias lainnya, bermusuhan antara lain dengan Prabu Nusirwan dari Kerajaan Medayin. Waktu itu Mekah sudah menjadi Kerajaan Islam, sedangkan Kerajaan Medayin dan banyak kerajaan lainnya, belum.

Permusuhan antar kerajaan, intrik, tipu muslihat, kisah cinta dan dendam, mewarnai suka duka perjuangan Amir Ambyah alias Wong Agung Menak dalam lakon-lakonnya.

Share this:

Related Posts
Disqus Comments