Daulah Islam (IS) telah menanggapi kritik yang mempertanyakan mengapa pemimpinnya Abu Bakr al-Baghdadi tidak aktif mendukung Hamas dalam memerangi Israel.
Setelah menguasai wilayah Irak dan Suriah, Daulah Islam menyatakan wilayah di bawah kekuasaan mereka sebagai “Kekhilafahan”, atau Daulah Islam, dan menunjuk Baghdadi sebagai “Khalifah kaum muslimin”. Sementara banyak jihadis merayakan pengumuman bahagia tersebut , yang lainnya – termasuk petinggi Al Qaeda, yang terpisah dengan koordinasi ISIS dari tahun lalu – telah mengkritik langkah kekhalifahan itu dengan berbagai alasan.
Karena eskalasi baru-baru ini antara Israel dan Hamas di Gaza, beberapa dari para kritikus mempertanyakan mengapa “Khilafah” tidak bergegas untuk mambantu perjuangan Muslim di wilayah yang dikuasai Hamas.
Dalam sebuah pernyataan juru bicara kelompok itu, Nidal Nuseiri menegaskan kembali bahwa mereka akan menaklukkan “Bayt el-Maqdis” (Jerusalem) dan menghancurkan Negara Israel dalam perang suci.
Namun, ia menunjukkan bahwa Daulah Islam sedang lakukan pendekatan pertempuran sistematis , dan diuraikan dalam enam tahap tertentu yang perlu dipenuhi sebelum mengambil pertempuran dengan Israel.
Beberapa “tahap” yang harus merekan lakukan adalah membangun landasan yang kokoh bagi sebuah negara Islam di Irak, dan menggunakannya sebagai batu loncatan untuk berperang di Suriah dan Lebanon – agar segera tercapai. Namun dia mengatakan ada sejumlah kriteria lain yang masih perlu dipenuhi sebelum menantang Israel secara langsung.
Di antara kriteria tersebut , Nuseiri mengatakan bahwa AS – dipandang sebagai sekutu terbesar Israel – perlu dilemahkan politik dan ekonominya melalui serangan langsung di daratan Amerika, serta serangan atas berbagai kepentingan AS di negara-negara Muslim. Selain itu, ada “Negara Islam” yang diperlukan untuk memperluas perbatasannya untuk mencakup semua “Suriah Raya” (yang akan mencakup Irak, Suriah, Lebanon, Yordania dan mungkin Gaza); bila sudah dalam keadaan seperti itu, maka kami sudah berada dalam posisi untuk konfrontasi langsung dengan Israel.(AS/KH)
Setelah menguasai wilayah Irak dan Suriah, Daulah Islam menyatakan wilayah di bawah kekuasaan mereka sebagai “Kekhilafahan”, atau Daulah Islam, dan menunjuk Baghdadi sebagai “Khalifah kaum muslimin”. Sementara banyak jihadis merayakan pengumuman bahagia tersebut , yang lainnya – termasuk petinggi Al Qaeda, yang terpisah dengan koordinasi ISIS dari tahun lalu – telah mengkritik langkah kekhalifahan itu dengan berbagai alasan.
Karena eskalasi baru-baru ini antara Israel dan Hamas di Gaza, beberapa dari para kritikus mempertanyakan mengapa “Khilafah” tidak bergegas untuk mambantu perjuangan Muslim di wilayah yang dikuasai Hamas.
Dalam sebuah pernyataan juru bicara kelompok itu, Nidal Nuseiri menegaskan kembali bahwa mereka akan menaklukkan “Bayt el-Maqdis” (Jerusalem) dan menghancurkan Negara Israel dalam perang suci.
Namun, ia menunjukkan bahwa Daulah Islam sedang lakukan pendekatan pertempuran sistematis , dan diuraikan dalam enam tahap tertentu yang perlu dipenuhi sebelum mengambil pertempuran dengan Israel.
Beberapa “tahap” yang harus merekan lakukan adalah membangun landasan yang kokoh bagi sebuah negara Islam di Irak, dan menggunakannya sebagai batu loncatan untuk berperang di Suriah dan Lebanon – agar segera tercapai. Namun dia mengatakan ada sejumlah kriteria lain yang masih perlu dipenuhi sebelum menantang Israel secara langsung.
Di antara kriteria tersebut , Nuseiri mengatakan bahwa AS – dipandang sebagai sekutu terbesar Israel – perlu dilemahkan politik dan ekonominya melalui serangan langsung di daratan Amerika, serta serangan atas berbagai kepentingan AS di negara-negara Muslim. Selain itu, ada “Negara Islam” yang diperlukan untuk memperluas perbatasannya untuk mencakup semua “Suriah Raya” (yang akan mencakup Irak, Suriah, Lebanon, Yordania dan mungkin Gaza); bila sudah dalam keadaan seperti itu, maka kami sudah berada dalam posisi untuk konfrontasi langsung dengan Israel.(AS/KH)